Australia Free Web Directory

Indofest-Adelaide | Businesses



Click/Tap
to load big map

Indofest-Adelaide



Reviews

Add review



Tags

Click/Tap
to load big map

25.01.2022 Save the date for this one at #OzAsia 2019 https://www.ozasiafestival.com.au/events/ghost-gamelan/



24.01.2022 Awal pekan ini, #SobatAmbyar seantero muka bumi ini diguncang kabar duka atas kepergian Lord Didi Kempot. Pasti semua hatinya ambyar berkeping-keping harus diti...nggal kepergian mas Didi Kempot dipanggil Yang Maha Kuasa. Salah satu #SobatAmbyar yang militan adalah mas Priyambudi Sulistiyanto. Doktor kajian Asia Tenggara yang mengajar di Flinders University bahkan telah menjadi fans berat Didi Kempot sejak masih mengajar di Singapura. Bahkan menurutnya, lagu-lagu Didi Kempot inilah yang menginspirasi dia untuk bersama-sama membantu mengorganisasikan pekerja migran Indonesia di Singapura. Saya bahkan pernah dipaksa menulis paper tentang Didi Kempot, Jokowi dan Kontestasi Pilgub DKI 2012 dan dipresentasikan pada mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang sedang studi di Flinders University. Ini obituari yang ditulis mas Priyambudi (saya suka meledeknya sebagai kembaran Didi Kempot). Silahkan membacanya. =========================== Didi Kempot, Singapura dan Pekerja Migran Oleh: Priyambudi Sulistiyanto Flinders University, Adelaide Australia Selatan Tulisan ini sebuah tribute untuk Alm Didi Kempot (1966-2020) yang lagu-lagu dan kiprah sosialnya sudah banyak dinikmati dan diakui oleh banyak orang baik yang berada di Indonesia maupun di seluruh penjuru dunia. Yang ingin saya ceritakan adalah dari sudut pandang pengalaman pribadi sebagai sesama pekerja migran di luar negeri. Saya mulai menikmati dan mengenal lagu-lagu Didi Kempot ketika mengajar di Kajian Asia Tenggara, National University of Singapore (NUS), di Singapura (2000-2006). Atas saran dari teman dan mentor lama, Emiritus Professor Ariel Heryanto, saya memberanikan diri melamar untuk bekerja di universitas yang keren dan prestisius di Asia (Dunia). Di kota metropolitan ini saya bertemu dengan banyak orang Indonesia dengan banyak latar belakang, seperti pengajar, diplomat, pengusaha, politisi, dan juga pekerja migran. Uniknya, dari pertemanan dengan beberapa teman pekerja migran di Singapura, saya mulai mengenal lagu-lagu Didi Kempot! Ceritanya begini. Kebetulan teman saya sedang melakukan riset antropologis mengenai kehidupan pekerja migran perempuan di kalangan ekspatriat Barat yang kaya di Singapura, dan, oleh karena itu, saya sering ikut di acara atau forum yang mengundang para pekerja migran perempuan dan laki-laki. Salah satu acara tersebut juga bermitra dengan lembaga swadaya masyarakat di Singapura, Transient Worker Count Too (TWC2). Di acara ini saya juga sering bertemu tema lama, Didi Yakub (mantan aktivis kritis di Bandung tahun 80an), yang juga ikut mendirikan IFN {INDONESIAN FAMILY NETWORK} ketika itu dan belakangan juga membentuk Task Force Migrant Workers, Indonesian Diaspora Network-United (TFMW-IND-U) untuk advokasi nasib dan hak-hak pekerja migran Indonesia di Singapura. Namun, diluar acara dan forum resmi tersebut, saya justeru sering bertemu dengan pekerja migran lainnya di beberapa tempat yang populer di hari minggu, ketika mereka libur dan tidak bekerja, misalnya, di gedung pertokoan Lukcy Plaza di jalan Orchard, di pertamanan sepanjang pantai East Coast, dan juga Kampung Arab/Melayu. Disinilah saya banyak belajar dan mendengar cerita dan curhat dari mereka terutama tentang jerih payah bekerja di Singapura, latar belakang dan asal usul mereka di Indonesia, resep masakan populer didaerahnya dan juga lagu-lagu Didi Kempot yang mereka sukai! Seingat saya, teman-teman pekerja migran di Singapura sering mendengarkan lagu Didi Kempot yang paling populer saat itu yaitu Sewu Kutho. Disitulah saya sering bertanya mengapa mereka senang dengan lagu ini? Jawabannya ya hampir seragam yaitu lagu ini persis sekali menggambarkan kehidupan pribadi dan sosial mereka yang harus berpindah-pindah dari desa, kota di Indonesia dan hingga Singapura, untuk mencari nafkah untuk keluarganya. Di bagian pertama lagu ini sangat mengena hati mereka: sewu kutho uwis tak lewati, sewu ati wis tak lakoni, nanging kabeh podo ra ngerteni, lungomu ning endi, pirang taun anggon goleki Dari sinilah, saya lebih banyak paham bahwa dari kaca mata teman pekerja migran, lagu ini menjadi semacam ‘jembatan’ untuk menghubungkan suka-duka dan kerumitan kehidupan mereka (dan kita semua) di perantauan. Ada makna yang mendalam dari lagu ini yaitu ada cinta, perpisahan, kesedihan, kebahagiaan, kerinduan, harapan dan juga hiburan. Pelan-pelan pun, saya mulai paham bahwa lagu-lagu Didi Kempot yang lainnya, Stasiun Balapan, Layang Kangen, Eling Kowe, Kalung Emas, juga menjadi makin dekat dengan hati dan perasaan keseharian para pekerja migran perempuan Indonesia di negara-negara lainnya, seperti di Malaysia, Taiwan dan Hongkong. Ada juga ranah privat yang sering saya dengar dari pertemuan dengan mereka namun demikian saya hanya bisa memberikan tafsir sosiologis dan ekonomi di tingkat lokal di Indonesia yang menjadi dorongan bagi mereka untuk bekerja di luar negeri. Begini. Derasnya pembangunan ekonomi di Indonesia yang berorientasi perkotaan dan ekspor, dari tahun 1990an hingga 2000an, mendorong kelompok usia produktip (yang berumur dari 20an hingga 40an) di kota kecil dan pedesaan berbondong untuk kerja di perkotaan dan ke luar negeri. Akibatnya, struktur sosial di pedesaan menjadi rapuh dan rontok terutama ketika mereka harus bekerja lama dan pergi dari daerahnya dan meninggalkan anak-anak, orang tua dan kakek-nenek untuk mengurus mereka sendiri, sembari menunggu kiriman ‘devisa’ atau transfer uang dari luar negeri. Fenomena sosial ini juga terjadi di pedesaan Muangthai utara dan timur (Isaan, Nakhon Phanom, Udhon Rachatani, dan Nakhon Phanom) dimana banyak pekerja migran Muangthai ‘merantau’ ke Bangkok dan ke luar negeri. Proses pembelajaran saya mengenai dimensi regional dan transnational dari pekerja migran perempuan di Singapura makin dalam ketika teman-teman aktivis Indonesia (seperti almarhumah Yanti Muchtar, Anis Hidayah, Wahyu Susilo, Misiyah, dan Damairia Pakpahan), mulai berdatangan ke Singapura. Ini diskusi lain lagi! Dari pekerja migran di Singapura inilah saya juga kemudian mulai mengenal jalur pekerja migran dan daerah-daerah asal mereka di Jawa (Indonesia). Sejak saat itu, jika pulang ke Indonesia, saya menyempatkan mengunjungi ‘kantong-kantong’ pekerja migran, terutama, di daerah Banyumas, Wonosari, Wonogiri, Tulungagung, Blitar. Sekali lagi, lagu-lagu Didi Kempot, juga sangat populer di pedesaan daerah asal para pekerja migran, dimana juga juga mengalami transformasi yang dahsyat. Misalnya, di sepanjang pedesaan, Sidareja, Cilacap, Maos dan Banyumas, terdapat banyak rumah-rumah bergaya perkotaan dibangun, ada juga banyak warung internet, toko-toko yang menjual barang elektronik dan kosmetik, tempat penukaran uang (money changer), jasa pengiriman uang (remintancy) seperti Western Union, BRI, Mandiri dan lainnya. Pendeknya, meledaknya kepergian pekerja migran juga menggerakkan perekonomian di tingkat pedesaan di sepanjang jalur selatan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dan, disitulah, lagu-lagu Didi Kempot menjadi sudah menjadi bagian dari fenomena transformatip kehidupan para pekerja migran mulai dari desa nya hingga ketika mereka mengalami suka dan duka bekerja di kota Singapura. Sekali lagi, lagu Didi Kempot, favorit saya, Terminal Tirtonadi, mengingatkan saya tentang suka duka teman pekerja migran (dan kita di perantaun) yang sering ditunggu yang mereka yang ditinggalkan: Nalikane ing Tirtonadi Ngenteni tekane bis wayah wengi Tanganmu tak kanthi Kowe ngucap janji Lungo mesti bali.. Adelaide, 7 Mei 2020

23.01.2022 Terima kasih Channel 44 for announcing our festival! It is very much appreciated.

21.01.2022 Do you know an extraordinary young person making a difference?



21.01.2022 Some praise for our hard working local multi-cultural communities! Unity in diversity!

19.01.2022 17 August 2020 Indonesian Independence Day Indonesian Independence Day (Hari Kemerdekaan) is a national holiday celebrated on 17 August to... commemorate the anniversary of Indonesia’s Proclamation of Independence on 17 August 1945. Australia and Indonesia have had strong links even before European settlement from the 1700s to early 1900s expeditions of seamen from Sulawesi would travel to Australia’s northern coast, trading their catch with the local Indigenous people. Indonesia is often presented as one of Australia's most important neighbours and strategic allies, with formal diplomatic relations between the two nations marking a 70-year milestone in January 2020 this year. Australia and Indonesia share geography, deep historical ties, a vibrant contemporary relationship and a vision of a peaceful and prosperous region," Prime Minister Morrison said. Gary Quinlan, Australia's Ambassador to Indonesia, also declared at the 70th bilateral milestone told the Jakarta Foreign Correspondents Club the deep ties between the nations dated back to 1945, when Australia became the "strongest supporter" of Indonesian independence and was the first country to send a diplomatic mission to establish the basis for recognition of the Republic. We are fortunate to have an active Indonesian community in South Australia. The Premier of South Australia, the Hon. Steven Marshall MP, and I would like to thank all the community leaders and volunteers from the wonderful Indonesian community in South Australia for their ongoing contributions to our society and economy and for generously sharing their diverse culture through festival and cultural events. It’s vast cultural diversity comes from the fact that Indonesia consists of more than seventeen thousand islands and is the world's largest island country. While the COVID-19 pandemic is posing challenges for many large celebrations to take place this year, we wish all community leaders, volunteers and our friends in the Indonesian community a very happy and safe Independence Day of Indonesia ! Hon. Steven Marshall MP Premier of South Australia Hon. Jing Lee MLC Assistant Minister to the Premier

18.01.2022 Mau belajar bahasa Indonesia di Flinders? Is there anyone you know who's interested. Please share to keep the course going.



18.01.2022 How do you capture #Indofest in only one minute? Our friends at Frankie Films have done JUST that. Proudly presenting our new Indofest 2019 video. Put your sound on, sit back, enjoy and relive those special moments celebrating all things Indonesian....

17.01.2022 #Indofest was broadcast on METRO TV across Indonesia! BIG thanks to special reporter and Indofest volunteer Sherin Novira Dewi Afianty for your fantastic coverage of the festival to our many friends in Indonesia. Together in harmony https://www.metrotvnews.com//b3JCoDDA-kemeriahan-indofest-

17.01.2022 Few more days only to submit your photo of Indofest 2019 showing our theme Together in Harmony! Winner of our competition receives a 40 x 60cm Bali portrait valued at $250. submit in comments below. We'll announce the winner this Monday!

17.01.2022 Indofest-Adelaide 2019 might be well and truly behind us, our photo competition was still running. :) Thank you for sending us your wonderful photos taken at Indofest last Sunday reflecting our theme 'Together in harmony'. ~Aaaaand the winner with most likes is..... Joe Budiantara! Congratulations Joe, the Bali photo taken by award winning photographer David Metcalf Photography is YOURS! Please contact us to collect your prize.

17.01.2022 Please submit your photo reflecting 'together in harmony' taken at our festival today and go in the draw to win a Bali photo! Over to you! https://www.facebook.com/249437229305/posts/10157349437839306/



14.01.2022 Are you having Indofest blues? Relive #Indofest 2019 memories with the many photos taken by our talented photographer Jake from Wunderlust Media Check the Indofest 2019 photo gallery. You might be on it! https://indofest.com.au/gallery-2019/

14.01.2022 Wow, that's a WRAP! We are overwhelmed with the energy, the vibe and the fantastic feedback we've had from our many visitors, performers, supporters, sponsors, food stalls, stall holders and volunteers on #INDOFEST-Adelaide. We couldn't have wished for a better day to bring Indonesia to the heart of the city. Watch this space - we'll post more photos soon! For now, THANK YOU for celebrating #allthingsindonesian with us - you were sensational! TERIMA KASIH - TOGETHER IN HARMONY

13.01.2022 Our community is very well connected. Pak Budi in Jakarta.

11.01.2022 AIA SA Indonesian Food Market Yum! https://facebook.com/events/s/indonesian-food-market-2020/2240642499566095/?ti=as

10.01.2022 DANCING TOGETHER IN HARMONY! No better closing ceremony than this ;) Just click on the image to watch the video!

09.01.2022 Congratulations to all our #Indofest Raffle winners!! Check our website for the winning ticket numbers. Winning ticket holders will be contacted with instructions on how to collect your prize. A very BIG thank you to everyone who generously donated the Indofest 2019 raffle prizes!! David Metcalf Photography. Ubud Writers & Readers Festival Casa Luna Ubud Michael Hill Jeweller. Pondok Daun Restaurant .Joe Budiantara. Bakmilim Bakulan Amor Nails & Beauty. MONSA indo cargo. Ougi Wine. Bakmi Lim. Asri Garden Studio. Indonesia Bali Tour. Batik house. Fatmayati Aldridge https://indofest.com.au/indofest-raff/raffle-prize-winners/

09.01.2022 THANK YOU to our wonderful, committed and hard working volunteers who have made Indofest possible. Your support, and your time has made such a difference - we could not have done it without you!

07.01.2022 Thank you to the #Advertiser for featuring #Indofest today!

06.01.2022 Terima kasih Indonesia! https://foreignminister.govcms.gov.au//indonesian-support-

02.01.2022 OzAsia Festival features ‘Ghost Gamelan’ by Susheela Raman (UK) and Gondrong Gunarto (Indonesia). Special offer tickets for Wed, 23 Oct 2019, 6:30PM and Thu, 24 Oct 2019, 6:30PM. Tickets $39 each, save $10. Promotion code: Ghost19

Related searches